Truth and Love News

PA Young Couple: Kebiasaan Saling Menyalahkan atau Menghindar Dalam Konflik

Avatar photo

Fabio Laurent Lumantau dan Melissa Kurniawan

Aku, Kamu dan Konflik

Allah Tritunggal adalah dasar dan pemersatu dari pernikahan Kristen. Oleh karena itu pernikahan Kristen bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang komitmen di antara pasangan suami istri (‘pasutri’) yang mereka sudah ikrarkan di hadapan Allah Tritunggal dan jemaatNya.

Tentunya ada banyak suka dan duka di dalam kehidupan pernikahan dan, sebagai bagian dari gereja, kami rindu agar setiap pergumulan yang dihadapi oleh pasangan suami istri dapat dibawa ke hadapan Tuhan dan dihadapi di dalam terang Firman Tuhan.

Salah satu tema yang pernah didiskusikan di PA Young Couple (‘PAYC’) GRII kebon jeruk adalah “Konseling Pasutri: Kebiasaan Menyalahkan atau Menghindar dari Konflik.” Menyalahkan (“Moving Against”) dan menghindar (“Moving Away”) hanyalah “sindrom”, simptom luar yang tampak oleh mata. Bukan inti dari permasalahan yang dihadapi yang seringkali tidak kasatmata.

Untuk mengilustrasikan hubungan di antara kedua hal inidi dalam konflik, Vik. Carlos menggunakan infinity loop berikut ini:

Vik. Carlos menjelaskan bahwa konflik dapat menjadi pusaran yang tidak habis-habis di antara pihak yang menyalahkan dan pihak yang menghindar. Mirip seperti di dalam pertandingan balap Formula 1, setiap lap akan membuat ‘pertandingan’ semakin ‘seru’ dan kondisi di ‘lapangan’ semakin ‘memanas’.

Pasangan yang menyalahkan akan semakin kesal pada waktu melihat pasangan yang dipersalahkan menghindar atau tidak responsif. Akibatnya, volume suara dari pihak yang menyalahkan akan semakin kencang dan tekanan yang dirasakan oleh pihak yang menghindar akan semakin menyesakkan. Pusaran ini akan semakin memperkeruh situasi di dalam rumah dan merusak komunikasi suami dan istri.

Padahal, teriakan-teriakan, kabur-kaburan, dan kejar-kejaran ini hanyalah simptom luar-nya. Apabila digali lebih dalam, akar dari permasalahannya mungkin saja sebetulnya pihak yang menyalahkan merasa takut tidak dikasihi atau tidak dihargai, sedangkan pihak yang menghindar merasa tidak mampu untuk mengasihi atau merasa malu karena gagal mengasihi pasangannya. Maka dari itu adalah sangat penting bagi para pasutri untuk dengan berani mencari tahu dan kemudian mengakui dengan jujur apa yang sebenarnya menjadi akar permasalahan mereka.

Ini tidak berarti bahwa menyelesaikan ‘sindrom’ yang terlihat adalah hal yang tidak penting. Mengobati apa yang terlihat juga penting, tetapi pada waktu suami dan istri dengan satu hati ‘menyerang’ dan ‘membunuh’ akar permasalahannya yang tak terlihat itu, biasanya simptom-simptom luarnya juga akan ikut ‘mati’.

Ini adalah salah satu contoh apa yang didiskusikan dan digumuli bersama di PAYC. Namun, tema yang menarik, ajaran yang kokoh, dan nasihat yang mendalam tidaklah cukup, karena sebagai gereja, kami juga berharap agar para pasutri dapat saling mengenal, saling mendoakan, dan saling menguatkan satu sama lain. PAYC diadakan bukan saja dengan harapan agar PA ini dapat menjadi wadah bagi para pasutri untuk melihat kehidupan pernikahan melalui kacamata Alkitab, tetapi juga agar kita semua memiliki “rumah”, “tempat curhat”, “support system”, di mana kita saling berbagi hidup dan pergumulan di tengah – tengah dunia yang gelap dan rumit ini.

Kiranya para jemaat pasutri di gereja ini dapat membuka hati dan mem-block kalender di setiap Sabtu ke-4 di setiap bulannya di jam 16.30 untuk dapat hadir di dalam PAYC untuk bersama-sama menikmati, bukan hanya Firman Tuhan, tetapi juga keberadaan satu sama lain dengan mengobrol, makan, tertawa, atau mungkin bahkan menangis bersama.